Senin, 21 Januari 2013

Tukang Koran Jadi Direktur (Etika Bisnis)


Dulu Tukang Koran, Kini Jadi Direktur Bagi seorang pengusaha, tidak putus asa menjadi syarat mutlak kunci sukses. Selain itu, semangat pantang mundur juga harus ada pada diri seorang pengusaha. Adalah Jimmy M Rifai Gani yang telah membuktikan hal tersebut. Jimmy yang sempat menjadi tukang koran, kini terbilang sukses menduduki posisi sebagai Direktur Utama PT Sarinah (Persero). Jimmy Pada 1994, pendidikan S1 seorang Jimmy di Perguruan Tinggi Kota Kembang terpaksa harus putus di tengah jalan.

Di tahun ketiga masa kuliahnya, Jimmy remaja harus ikut sang Ayah yang seorang diplomat, dinas ke San Fransisco, Amerika Serikat. Mau tak mau, dirinya pun terpaksa pindah ke negari Paman Sam tersebut. "Akhirnya saya ikut pindah ke sana , dan mengambil jurusan ekonomi, melanjutkan (jurusannya di Indonesia). Januari 1996 saya lulus, lalu lanjut S2 di tempat yang sama. Jurusan manajemen, tapi lebih ke accounting," kenang Jimmy seperti dilansir okezone.com.

Lelaki yang sempat mengenyam pendidikan di Universitas Padjajaran, Bandung ini mengaku, sejak awal merasa bisnis adalah bagian dari hidupnya. Oleh sebab itu, ketika duduk dibangku kuliah dia sudah mulai berbisnis kecil-kecilan dan juga mencoba mengajar anak-anak kecil. "Karena saya sudah biasa bisnis, jadi pengusaha itu panggilan untuk saya. Jadi waktu kuliah juga mulai mendirikan usaha. Usahanya ada beberapa hal seperti suplai produk ke koperasi, terus juga produk makanan," katanya.

Di sela waktu kuliahnya di luar negeri, dia sempat mencoba berbisnis dengan membuka sebuah perusahaan. Namun sayang, perusahaan tersebut gagal dan mandek di tengah jalan. Akhirnya, lelaki yang usianya menginjak 39 tahun ini banting setir dan mencoba bekerja. Namun, karena keterbatasan yang ada pada waktu itu, dirinya bekerja sebagai loper koran. "Bisnis enggak berhasil, saya kerja. Saya jadi loper Koran, itu karena izin saya terbatas. Saya hanya bisa kerja beberapa jam. Berasa sekali menjadi loper koran harus bangun pagi-pagi, belum lagi saat hujan," tuturnya.

Pekerjaannya sebagai loper koran pun dipandang sebelah mata oleh teman-temannya. Namun hal ini tak pernah membuatnya patah arang. Padahal, ayahnya merupakan seorang karyawan yang mempunyai kedudukan tinggi di sebuah perusahaan. Akan tetapi, Jimmy muda tidak ingin mengantungkan diri pada keberhasilan ayahnya. Jimmy pun akhirnya lulus kuliah dengan nilai yang cukup memuaskan. Atas tawaran kenalannya, seorang pengusaha asal AS yang memiliki perusahaan di Indonesia , dia pun bekerja di perusahaan tersebut. Tidak lama, Jimmy beralih kerja di sebuah perusahaan konsultan.

Dari situ, Jimmy harus memulai perjuangannya dari nol. "Awalnya saya jadi entry level, tapi karena mereka lihat potensi saya, dalam dua tahun saya sudah jadi Vice President untuk kawasan Asia di perusahaan tersebut," katanya. Sukses di karir, tak membuatnya lupa diri. Jimmy pun menikah di 1999 dan pada 2002 telah dikaruniai dua orang anak sehingga diputuskannya bahwa keluarga adalah segalanya. Selain itu, pengalamannya membuat Jimmy yakin kemampuan yang dimilikinya telah mumpuni, hingga akhirnya dia memutuskan membentuk sebuah perusahaan. Dalam rentang waktu 2002-2008, sedikitnya ada dua perusahaan yang telah dibangunnya.

Perusahaan yang didirikannya bersama keenam orang kawannya tersebut bergerak dalam bidang manajemen produktivitas. Pada 2009, atas saran seorang kenalannya, Jimmy pun mendaftar uji kelayakan direktur-direktur perusahaan BUMN. Meski begitu, dia masih merasa tidak tertarik mendaftar di perusahaan BUMN. Namun, atas dukungan keluarganya, Jimmy pun akhirnya mencoba peruntungannya. Nothing to lose, pikirnya kala itu. "Waktu itu hasil tes saya nomor satu. Tapi April 2009 pas pengumuman saya tidak masuk di jajaran direksi," ungkapnya. Setelah hasil tes tersebut terungkap, Jimmy mendapat panggilan untuk bertemu dengan Menteri BUMN yang kala itu masih dijabat oleh Sofyan Djalil. Sofyan menawarkannya menjadi direksi perusahaan BUMN yang lain, namun Jimmy menolak.

Dia beralasan takut nantinya akan memiliki perbedaan pendapat jika dia tidak mendapatkan posisi penting dalam sebuah perusahaan. "Kalau boleh saya diberikan kesempatan untuk jadi kapten, dan dia (Sofyan) meng-iya-kan, tapi tentunya bukan di perusahaan besar, akhirnya saya dikasih ke Sarinah," katanya. Jimmy pun merombak ulang Sarinah. Gerai yang tadinya mengorientasikan bisnisnya di ritel seperti department store dan supermarket, akhirnya menutup beberapa outlet supermarket di beberapa daerah. Alasannya, perusahaan harus fokus pada satu hal, dan bisnis departement store menjadi tujuan utamanya.

Hingga saat ini, Sarinah terus fokus pada jalurnya. Bahkan, baru-baru ini membuka outlet baru di kawasan Pejaten. Jimmy pun mempunyai rencana jangka panjang akan mengembangkan Sarinah agar tetap bertahan terhadap para pesaingnya. "Kita sedang rencana jangka panjang yang harusnya sudah selesai. Terutama yang tadinya fokus untuk ekspansi ke luar, kita coba bertumpu pada aset dan bisnis yang memberikan kontri terbesar seperti di Sarinah, Thamrin. Fokus saat ini di sini, kalau sudah bagus, baru kita pikirkan untuk ekspansi," jelas Jimmy.

Saat ini, siapa yang tidak tahu Sarinah, pusat perbelanjaan pertama di Jakarta yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun silam. Bahkan, Presiden Amerika Serikat (AS) Barrack Obama dalam kunjungan beberapa waktu lalu menyatakan jika Sarinah merupakan pusat perbelanjaan pertama dengan gedung tertinggi pertama yang ada di Jakarta . "Terus terang saja, awalnya saya melihat jika perusahaan BUMN itu tidak cocok buat saya," tukas dia.