Dulu Tukang Koran, Kini Jadi Direktur Bagi seorang
pengusaha, tidak putus asa menjadi syarat mutlak kunci sukses. Selain itu,
semangat pantang mundur juga harus ada pada diri seorang pengusaha. Adalah
Jimmy M Rifai Gani yang telah membuktikan hal tersebut. Jimmy yang sempat
menjadi tukang koran, kini terbilang sukses menduduki posisi sebagai Direktur
Utama PT Sarinah (Persero). Jimmy Pada 1994, pendidikan S1 seorang Jimmy di
Perguruan Tinggi Kota Kembang terpaksa harus putus di tengah jalan.
Di tahun ketiga masa kuliahnya, Jimmy remaja harus ikut sang
Ayah yang seorang diplomat, dinas ke San Fransisco, Amerika Serikat. Mau tak
mau, dirinya pun terpaksa pindah ke negari Paman Sam tersebut. "Akhirnya
saya ikut pindah ke sana , dan mengambil jurusan ekonomi, melanjutkan
(jurusannya di Indonesia). Januari 1996 saya lulus, lalu lanjut S2 di tempat
yang sama. Jurusan manajemen, tapi lebih ke accounting," kenang Jimmy seperti
dilansir okezone.com.
Lelaki yang sempat mengenyam pendidikan di Universitas Padjajaran, Bandung ini
mengaku, sejak awal merasa bisnis adalah bagian dari hidupnya. Oleh sebab itu,
ketika duduk dibangku kuliah dia sudah mulai berbisnis kecil-kecilan dan juga
mencoba mengajar anak-anak kecil. "Karena saya sudah biasa bisnis, jadi
pengusaha itu panggilan untuk saya. Jadi waktu kuliah juga mulai mendirikan
usaha. Usahanya ada beberapa hal seperti suplai produk ke koperasi, terus juga
produk makanan," katanya.
Di sela waktu kuliahnya di luar negeri, dia sempat mencoba berbisnis dengan
membuka sebuah perusahaan. Namun sayang, perusahaan tersebut gagal dan mandek
di tengah jalan. Akhirnya, lelaki yang usianya menginjak 39 tahun ini banting
setir dan mencoba bekerja. Namun, karena keterbatasan yang ada pada waktu itu,
dirinya bekerja sebagai loper koran. "Bisnis enggak berhasil, saya kerja.
Saya jadi loper Koran, itu karena izin saya terbatas. Saya hanya bisa kerja
beberapa jam. Berasa sekali menjadi loper koran harus bangun pagi-pagi, belum
lagi saat hujan," tuturnya.
Pekerjaannya sebagai loper koran pun dipandang sebelah mata oleh
teman-temannya. Namun hal ini tak pernah membuatnya patah arang. Padahal,
ayahnya merupakan seorang karyawan yang mempunyai kedudukan tinggi di sebuah
perusahaan. Akan tetapi, Jimmy muda tidak ingin mengantungkan diri pada keberhasilan
ayahnya. Jimmy pun akhirnya lulus kuliah dengan nilai yang cukup memuaskan.
Atas tawaran kenalannya, seorang pengusaha asal AS yang memiliki perusahaan di
Indonesia , dia pun bekerja di perusahaan tersebut. Tidak lama, Jimmy beralih
kerja di sebuah perusahaan konsultan.
Dari situ, Jimmy harus memulai perjuangannya dari nol. "Awalnya saya
jadi entry level, tapi karena mereka lihat potensi saya, dalam dua tahun saya
sudah jadi Vice President untuk kawasan Asia di perusahaan tersebut,"
katanya. Sukses di karir, tak membuatnya lupa diri. Jimmy pun menikah di 1999
dan pada 2002 telah dikaruniai dua orang anak sehingga diputuskannya bahwa
keluarga adalah segalanya. Selain itu, pengalamannya membuat Jimmy yakin
kemampuan yang dimilikinya telah mumpuni, hingga akhirnya dia memutuskan
membentuk sebuah perusahaan. Dalam rentang waktu 2002-2008, sedikitnya ada dua
perusahaan yang telah dibangunnya.
Perusahaan yang didirikannya bersama keenam orang kawannya tersebut
bergerak dalam bidang manajemen produktivitas. Pada 2009, atas saran seorang
kenalannya, Jimmy pun mendaftar uji kelayakan direktur-direktur perusahaan
BUMN. Meski begitu, dia masih merasa tidak tertarik mendaftar di perusahaan
BUMN. Namun, atas dukungan keluarganya, Jimmy pun akhirnya mencoba
peruntungannya. Nothing to lose, pikirnya kala itu. "Waktu itu hasil tes
saya nomor satu. Tapi April 2009 pas pengumuman saya tidak masuk di jajaran
direksi," ungkapnya. Setelah hasil tes tersebut terungkap, Jimmy mendapat
panggilan untuk bertemu dengan Menteri BUMN yang kala itu masih dijabat oleh
Sofyan Djalil. Sofyan menawarkannya menjadi direksi perusahaan BUMN yang lain,
namun Jimmy menolak.
Dia beralasan takut nantinya akan memiliki perbedaan pendapat jika dia tidak
mendapatkan posisi penting dalam sebuah perusahaan. "Kalau boleh saya
diberikan kesempatan untuk jadi kapten, dan dia (Sofyan) meng-iya-kan, tapi
tentunya bukan di perusahaan besar, akhirnya saya dikasih ke Sarinah,"
katanya. Jimmy pun merombak ulang Sarinah. Gerai yang tadinya mengorientasikan
bisnisnya di ritel seperti department store dan supermarket, akhirnya menutup
beberapa outlet supermarket di beberapa daerah. Alasannya, perusahaan harus
fokus pada satu hal, dan bisnis departement store menjadi tujuan utamanya.
Hingga saat ini, Sarinah terus fokus pada jalurnya. Bahkan, baru-baru ini
membuka outlet baru di kawasan Pejaten. Jimmy pun mempunyai rencana jangka
panjang akan mengembangkan Sarinah agar tetap bertahan terhadap para
pesaingnya. "Kita sedang rencana jangka panjang yang harusnya sudah
selesai. Terutama yang tadinya fokus untuk ekspansi ke luar, kita coba bertumpu
pada aset dan bisnis yang memberikan kontri terbesar seperti di Sarinah,
Thamrin. Fokus saat ini di sini, kalau sudah bagus, baru kita pikirkan untuk
ekspansi," jelas Jimmy.
Saat ini, siapa yang tidak tahu Sarinah, pusat perbelanjaan pertama di
Jakarta yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun silam. Bahkan, Presiden Amerika
Serikat (AS) Barrack Obama dalam kunjungan beberapa waktu lalu menyatakan jika
Sarinah merupakan pusat perbelanjaan pertama dengan gedung tertinggi pertama
yang ada di Jakarta . "Terus terang saja, awalnya saya melihat jika
perusahaan BUMN itu tidak cocok buat saya," tukas dia.